Monday, September 5, 2016

September

September 2016.
Bulan September ini menginjak 5 bulan aku kerja di perusahaan penerbit, sebut saja IP, setelah sebelumnya kerja serabutan di sebuah perusahaan startup yang bergerak di bidang internet marketing selama 6 bulan sebagai sales. Kerjaku di perusahaan startup tersebut menawarkan jasa kepada pemilik usaha supaya usahanya mau ditayangkan di website perusahaan tersebut.
Jujur, kerja di perusahaan startup tersebut, aku tidak mendapatkan gaji bulanan, hanya dapat fee jika bisa mendapatkan relasi atau customer yang mau bekerja sama dengan perusahaan tersebut. Hasilnya pun tidak bisa diprediksi, dan akibatnya aku sering bertengkar dengan istriku hanya karena aku tidak pernah menafkahi tiap bulan.

Kini, aku telah resign dari perusahaan startup tersebut dan alhamdulillah diterima kerja sebagai sales di perusahaan penerbit berskala nasional. Di awal-awal bekerja, aku tidak paham apa-apa, beruntung aku punya senior-senior yang mau bantu aku untuk menemukan ritme kerjaku. Aku tidak pernah bermimpi atau berangan-angan bisa bekerja di sebuah penerbitan berskala nasional. Semua mengalir saja atas izin Allah serta doa dari ibu dan istriku. Step by step aku mulai bisa menjalin relasi ke sekolah-sekolah, untuk kategori beginner ya...alhamdulillah...walaupun aku mengakui belum maksimal.

Jangan dikira kerja di penerbitan berskala nasional itu enak, justru di sinilah aku belajar arti apa itu kerja keras, mulai dari jadi kuli angkut buku-buku yang ditaruh di kardus besar sampai belajar step by step manajerial ( maksudnya manajemen diri ketika bekerja ). Tiap hari bisa dipastikan minimal 2 kuintal buku-buku dalam bentuk koli harus diangkat, entah itu diturunkan dari truk ada kiriman buku atau mengantar buku ke relasi dengan motor. Sebagai anak baru di perusahaan penerbitan nasional, aku sering dibentak-bentak atau dicari-cari kesalahan oleh senior. But it's not a problem to me. Justru mentalku terasah dan tidak menjadi cengeng. Aku selalu berpikir positif. Apa yang aku terima entah itu bentakan atau bully-an, aku anggap itu sebagai gemblengan. Bukankah orang sukses itu yang mampu melewati berbagai rintangan dengan kepala tegak? Itu yang selalu aku tanamkan dalam pikiranku.

Mungkin itu saja dulu sedikit cerita dari aku. Lain waktu bisa dilanjut lagi, Insya Allah.

Tuesday, March 1, 2016

Jadikan hobimu sebagai jalan rezekimu



Judul di atas bukanlah mengada-ada karena selama ini aku melihat banyaknya pengangguran yang kebanyakan adalah fresh graduate alias sarjana yang baru lulus kuliah. Para mahasiswa ketika kuliah yang dipikirin cuma kuliah, pulang, nongkrong, dan pacaran. Mereka selama kuliah tidak pernah memkirkan apa yang akan dilakukan setelah mereka lulus. Mungkin dipikiran mereka, setelah lulus baru dipikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dikira mereka, jika lulus kuliah dengan nilai memuaskan, akan mendapat jaminan kerja. Sesimpel itukah kenyataannya? Tidak! Saingan para fresh graduate itu tidak cuma teman-teman satu kampus, melainkan ribuan fresh graduate. Dan asal tau aja ya, perusahaan yang menyediakan lapangan kerja hanya membutuhkan karyawan yang berpengalaman. Lha ini lulusan sarjana bisa apa? Kalo selama kuliah hanya ‘menyusu’ alias menengadahkan tangan pada orang tua, lulus kuliah bisa apa? Mikir dong!!!

Tidak banyak mahasiswa yang saat kuliah mulai memikirkan apa yang harus dilakukan setelah lulus. Hanya sebagian kecil mahasiswa yang, mungkin, karena kepepet lalu muncul ide kreatif untuk memulai suatu usaha atau pekerjaan. Usaha atau pekerjaan yang mereka lakukan awalnya sederhana dan bisa jadi dipandang sebelah mata oleh orang lain. Ada yang memulai usaha dengan jadi perantara antara konsumen dan pemilik usaha, ada yang berjualan makanan, atau jadi marketing freelance di suatu perusahaan. Eh..,jangan dikira jadi marketing freelance itu pekerjaan sia-sia loh, justru bisa jadi malah pendapatannya besar.

Ngomong-ngomong tentang marketing, entah itu freelance atau full time, itu suatu pekerjaan yang luar biasa menurut aku. Kenapa aku bilang luar biasa? Karena marketing itu tidak terikat jam kerja, dan dia sendirilah yang ‘menciptakan kerja untuk dirinya sendiri’. ‘Menciptakan kerja untuk dirinya sendiri’ maksudnya apa? Gini…, seorang marketer atau marketing, yang freelance atau full time, memiliki ritme kerja sendiri. Misal, antara jam segini sampai jam segini, harus prospek ke beberapa calon konsumen/pelanggan. Lalu, bikin jadwal untuk bikin appointment atau janji ketemu dengan konsumen. Semua itu dia lakukan supaya jadwal kuliah mahasiswa yang jadi marketing tidak bertabrakan. Jadi tidak heran, mahasiswa yang demikian ini adalah mahasiswa yang cerdas, waktunya tidak dihabiskan dengan nongkrong atau pacaran yang nggak penting. Dan biasanya, mahasiswa yang memanfaatkan waktu dengan bekerja sebagai marketing freelance atau full time, ke depannya memiliki usaha atau jadi pengusaha.

Kembali ke judul di atas. Aku ingat nasehat dari seorang teman, yang mungkin singkatnya begini : “Buat apa kau susah-susah cari kerja di tempat lain jika hobi yang kau miliki bisa jadi jalan rezeki buat kau dan keluarga.” Dan satu lagi, di dunia ini tidak ada yang namanya ‘orang cerdas’, ‘orang jenius’, ‘orang bejo’, atau ‘orang bodoh’. Yang ada hanyalah “orang yang tekun dan bersungguh-sungguh di dalam menggapai mimpinya”, seperti pepatah Jawa mengatakan : “Sopo sing tekun utawa telaten, mesti bakalan tekan”. Tekun atau telaten di sini sangat luas maknanya. Selain tekun/telaten dalam bekerja, juga tekun/telaten dalam berdoa atau mengharap pertolongan Allah.

Akhir Tahun 2019

Tidak terasa sekarang sudah menginjak akhir tahun 2019 Masehi, waktu terasa begitu cepat, seolah baru kemarin menginjakkan kaki di 2019. Ban...